Setelah melalui fase pencarian identitas dan pergulatan formasi, Vortex of Hatred akhirnya menorehkan tonggak penting dalam perjalanan mereka. Kemarin, band metal asal Yogyakarta ini resmi merilis album penuh perdana bertajuk Galat, sebuah karya yang menjadi penanda lahirnya babak baru yang lebih gelap, matang, dan tanpa kompromi.
Galat hadir sebagai refleksi atas kekacauan sosial, konflik batin, dan kesalahan-kesalahan manusia yang berulang dalam pusaran sistem dan kekuasaan. Judulnya sendiri, Galat merepresentasikan sesuatu yang keliru namun terus diwariskan, dipelihara, bahkan dinormalisasi.
Bagi Vortex of Hatred, perilisan ini juga menandai transformasi musikal yang signifikan. Jika sebelumnya mereka dikenal dengan pendekatan metalcore, di album ini mereka melangkah lebih jauh ke wilayah death metal yang lebih brutal, teknis, dan atmosferik, dengan sentuhan progresif dan nuansa gelap yang kental.
Riff-riff berat disusun berlapis, groove dipertajam, dan tempo agresif dipadukan dengan bagian-bagian ambient yang menciptakan ketegangan emosional. Vokal terdengar lebih buas dan penuh amarah, namun tetap terkontrol, seolah menjadi narator dari kekacauan yang sedang diceritakan.
Galat memuat sembilan komposisi yang saling terhubung secara konseptual. Lagu-lagu seperti “Parade Banal”, “Mencekik Doksa”, dan “Pusaran Kebencian” menjadi tulang punggung album,menyuguhkan kritik sosial dengan bahasa simbolik dan diksi yang tajam. Tidak ada upaya untuk terdengar ramah; album ini memang diciptakan untuk mengguncang dan mengganggu kenyamanan.
Alih-alih mengejar kompleksitas berlebihan, Vortex of Hatred memilih pendekatan yang terstruktur namun tetap liar, membuat Galat terasa solid sebagai satu kesatuan utuh, bukan sekadar deretan track terpisah.
Momen perilisan album ini dirayakan secara intim namun intens di Yogyakarta. Panggung diperlakukan layaknya ruang ritual: pencahayaan minim, atmosfer berat, dan penonton yang larut dalam energi mentah yang dilepaskan. Tanpa banyak basa-basi, Vortex of Hatred membiarkan musik berbicara,keras, brutal, dan jujur.
Respons yang muncul menunjukkan bahwa Galat diterima sebagai karya serius, bukan hanya debut biasa. Banyak yang melihat album ini sebagai langkah berani yang memperkuat posisi Vortex of Hatred di peta metal underground Indonesia.
Sebagai album perdana, Galat bukan penutup perjalanan, justru sebaliknya. Ia menjadi fondasi bagi eksplorasi yang lebih jauh dan lebih ekstrem di masa depan. Dengan identitas yang kini terasa lebih solid dan visi yang jelas, Vortex of Hatred menunjukkan bahwa mereka datang bukan untuk sekadar mengisi ruang, tetapi untuk mengoyak dan meninggalkan bekas.




